Cirebon – Pondok Pesantren Jagasatru merupakan lembaga pendidikan Islam yang memiliki peranan penting dalam memberi pengetahuan kepada masyarakat tentang ilmu agama. Selain santri, tidak sedikit masyarakat umum rutin mengikuti pengajian di Pondok Pesantren Jagasatru.
Pondok Pesantren Jagasatru sendiri merupakan salah satu lembaga pendidikan IsIam bersejarah di Kota Cirebon. Pondok pesantren ini mulai didirikan pada 1925 oleh seorang ulama bernama Habib Syaekhoni bin Abu Bakar bin Yahya.
Sebelum berubah menjadi lembaga pendidikan yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas belajar mengajar, Pondok Pesantren Jagasatru awalnya hanya dibangun dengan sangat sederhana.
Mondok di Ponpes Bandung Ini Wajib Pakai Bahasa Inggris dan Arab
Sang pendiri, yakni Habib Syaekhoni atau yang juga dikenal dengan nama Habib Syekh awalnya hanya membangun rumah untuk tempat tinggal dan surau sebagai tempat belajar mengajar. Saat itu, Habib Syekh membuka pengajian bagi anak-anak dan masyarakat umum.
Kegiatan pengajian itu pun kemudian banyak diikuti oleh masyarakat di Cirebon. Bukan hanya masyarakat di sekitar pondok pesantren saja yang mengikuti pengajian, ada juga masyarakat dari wilayah yang jaraknya cukup jauh dari pondok pesantren.
Mereka pun harus menempuh perjalanan cukup jauh demi bisa mengikuti pengajian yang diadakan oleh Habib Syekh di pondok pesantrennya.
“Beliau (Habib Syekh) membuka pengajian. Salah satunya pengajian mingguan. Banyak orang-orang dari Plered dan dari daerah lain yang ikut mengaji,” kata Pengurus Harian Pondok Pesantren Jagasatru, Habib Ali Muhajir saat berbincang dengan detikJabar belum lama ini.
“Di zaman itu kan kendaraan masih terbatas. Jadi mereka berangkat malam dan bermalam di sini untuk mengikuti pengajian keesokan harinya,” kata dia menambahkan.
Melihat kondisi itu, Habib Syekh kemudian mulai mendirikan beberapa kamar. Kamar itu disediakan bagi masyarakat yang ingin menginap sebelum mengikuti pengajian keesokan harinya.
“Saat itu beliau mulai menyediakan tempat-tempat untuk (masyarakat) bermalam. Jadi beliau menyediakan beberapa kamar untuk masyarakat ingin menginap dan ikut ngaji besoknya,” ucap Habib Ali.
Sebagai seorang ulama yang mumpuni dalam bidang keilmuan agama, Habib Syekh juga dikenal sebagai pribadi yang sederhana. Di samping kesibukannya mengajar ilmu-ilmu agama kepada masyarakat, Habib Syekh juga memiliki aktivitas lain. Yaitu berdagang di pasar saat pagi hari.
“Habis Syekh itu kebiasaannya, kalau malam beliau mengaji, tapi kalau pagi beliau ke pasar, berdagang dan sebagainya. Itu juga dijadikan oleh beliau sebagai kamuflase supaya tidak mencolok sebagai ulama. Jadi kalau pagi hari beliau berkamuflase seperti warga biasa,” kata Habib Ali.
Ciri Khas Pondok Pesantren Jagasatru
Dalam berdakwah dan mengajarkan tentang ilmu-ilmu agama kepada masyarakat, Habib Syekh maupun keturunan-keturunanya memiliki cara tersendiri. Meski berstatus sebagai habaib, namun Habib Syekh maupun keturunan-keturunanya seolah tidak ingin menonjolkan gelar tersebut.
Hal ini salah satunya bisa dilihat dari cara berpakaian. Mereka lebih sering menggunakan sarung dan koko ketimbang memakai gamis atau jubah putih. Begitu pun dengan santri-santri yang menimba ilmu di Pondok Pesantren Jagasatru.
“Salah satu tradisi di (Pondok Pesantren) Jagasatru, dakwahnya Jagasatru itu dakwah yang akulturasi budayanya kental. Jadi jarang sekali kita itu pakai gamis. Bahkan di pondok, santri Jagasatru itu ngga ada yang punya gamis. Padahal salah satu yang identik dari pondokan milik habaib kan mereka (santri) punya gamis,” kata Habib Ali.
“Jadi santri Jagasatru itu ngga ada yang punya gamis. Mereka hanya punya koko dan sarung. Karena memang dari dulu adat tradisinya begitu,” sambungnya.
Selain dilihat dari cara berpakaian, keturunan-keturunan dari Habib Syekh juga memiliki panggilan tersendiri. Salah satunya seperti putra dari Habib Syekh yang bernama Habib Muhammad. Bagi masyarakat Cirebon dan sekitarnya, Habib Muhammad justru lebih dikenal dengan panggilan Kang Ayip Muh.
Menurut Habib Ali, hal itu telah menjadi ciri khas dari Pondok Pesantren Jagasatru agar bisa membaur dengan masyarakat umum secara luas. “Panggilannya Kang Ayip. Tidak dipanggil Habib. Agar lebih merakyat dan agar bisa masuk ke semua golongan. Kalau dipanggil Habib kan nanti ada gap yang terlalu jauh (dengan masyarakat),” kata Habib Ali.
Ia menjelaskan, Ayip sendiri sebenarnya adalah panggilan bagi habib ketika masih kecil. Namun di Pondok Pesantren Jagasatru, panggilan Ayip tetap digunakan ketika habib sudah beranjak besar dan tumbuh dewasa.
“Kalau Ayip itu sebenarnya panggilan habib ketika masih kecil. Tapi kalau di sini (Pondok Pesantren Jagasatru) panggilan Ayip terbawa sampai besar,” kata Habib Ali.
“Untuk penulisan jadwal atau penulisan apapun di pondok, itu jarang sekali atau bahkan tidak pernah menggunakan (panggilan) habib. Kita pakainya (panggilan) Kang Ayip atau Ustaz,” kata dia menambahkan.
Kegiatan Belajar di Pondok Pesantren Jagasatru
Sebagai lembaga pendidikan Islam, Pondok Pesantren Jagasatru memiliki sejumlah program belajar yang diperuntukkan bagi santri-santrinya. Setiap harinya, santri-santri di Pondok Pesantren Jagasatru mulai memiliki kegiatan sejak waktu subuh.
Selepas salat Subuh, santri-santri diharuskan untuk mengikuti kegiatan belajar mengaji Al-quran. Setelahnya, mereka pun melanjutkan kegiatannya dengan belajar di sekolah.
“Setelah ngaji subuh, yang sekolah mereka berangkat ke sekolah. Sedangkan yang salaf, mereka punya jadwal pengajian pagi dari jam 8 sampai jam 9 atau setengah 10. Kemudian ada jadwal pengajian lagi mulai dari jam setengah 11 sampai zuhur,” kata Habib Ali.
Selepas waktu zuhur hingga menjelang asar, menjadi waktu bagi santri-santri untuk istirahat. Mereka akan melanjutkan kegiatan belajar mengaji selepas waktu asar. Para santri akan kembali mendapat jadwal pengajian selepas waktu maghrib dan isya.
“Ba’da magrib dan ba’da isya itu ada pengajian wajib yang harus diikuti oleh semua santri. Sistem (pengajiannya) per kelas,” kata Habib Ali.
Ia mengatakan, ada berbagai macam kitab yang dipelajari oleh santri-santri di Pondok Pesantren Jagasatru Cirebon. Antara lain mulai dari kitab yang mempelajari tentang ilmu fiqih, nahwu-shorof dan lain-lain.
“Salah satu fokus Pondok Pesantren Jagasatru adalah kitab fiqihnya. Nahwu-shorof dipelajari juga,” kata Habib Ali.
Selain di hari-hari biasa, Pondok Pesantren Jagasatru juga memiliki jadwal pengajian saat bulan suci Ramadan. Sama seperti di pondok pesantren kebanyakan, kegiatan pengajian di Pondok Pesantren Jagasatru saat Ramadan lebih dikenal dengan istilah ngaji pasaran.
“Kalau Ramadan, kita ada pengajian pasaran Ramadan. Ngajinya itu mulai dari ba’da subuh, ba’da duha, ba’da zuhur, ba’da asar dan ba’da tarawih. Jadi ada lima waktu. Biasanya itu ngaji kitab-kitab khusus di Ramadan yang sekiranya bisa dikhatamkan dalam sekali Ramadan atau dua kali Ramadan,” kata dia.
Selain memiliki program pengajian yang diperuntukkan bagi santri-santrinya, Pondok Pesantren Jagasatru juga membuka pengajian untuk masyarakat umum. Pengajian yang dibuka bagi masyarakat umum ini dikenal dengan istilah pengajian Ahad yang rutin digelar setiap hari minggu.
Menurut Habib Ali, pengajian Ahad di Pondok Pesantren Jagasatru Cirebon telah berlangsung sejak dulu. Mereka yang mengikuti pengajian ini terdiri dari bapak-bapak dan ibu-ibu yang berasal dari berbagai daerah di Cirebon.
“Jadi yang ikut itu warga umum. Ada bapak-bapak dan ada ibu-ibu. Ada yang dari Plered, Sumber, Setu Patok. Dan salah satu yang sudah ada dari dulu itu adalah pengajian Ahad,” kata Habib Ali.
Hingga kini, pengajian Ahad masih menjadi kegiatan yang rutin digelar di Pondok Pesantren Jagasatru. Pengajian dimulai sejak pukul 09.00 WIB hingga waktu zuhur.
Selain pengajian Ahad, Pondok Pesantren Jagasatru membuka pengajian untuk masyarakat umum yang digelar setiap malam Sabtu. Pengajian malam sabtu itu biasa diikuti oleh masyarakat, terutama laki-laki atau bapak-bapak.
“Kalau yang pengajian malam Sabtu itu biasanya yang ikut laki-laki atau bapak-bapak,” kata dia.
Sumber : “Jejak Dakwah Pondok Pesantren Jagasatru di Masyarakat Cirebon” selengkapnya https://www.detik.com/jabar/cirebon-raya/d-7246559/jejak-dakwah-pondok-pesantren-jagasatru-di-masyarakat-cirebon.