Jakarta – Belanja menggunakan sistem pembayaran paylater kini tengah menjadi tren yang berkembang di masyarakat. Perkembangan teknologi digital kian menawarkan berbagai kemudahan, termasuk dalam transaksi jual beli yang pembayarannya bisa dilakukan di waktu berbeda. Pembayaran lewat paylater memungkinkan seseorang untuk belanja sekarang, lalu melakukan pembayaran di kemudian hari. Melalui metode pembayaran ini, barang yang dibeli bisa dibayar setelah barang diterima atau dengan tenggang waktu tertentu.
Bahkan, pembayaran paylater bisa dibayarkan dengan sistem angsuran. Syarat pengajuannya pun sangat mudah, prosesnya cepat, dan tidak terlalu ribet sehingga banyak orang yang tertarik menggunakannya. Akan tetapi, sebagai muslim hendaknya perlu mengetahui hukum bertransaksi atau belanja pakai paylater dalam Islam. Apakah halal atau haram?
Hukum Transaksi Menggunakan Paylater dalam Islam
Dilansir dari situs resmi LPPOM MUI, Jumat (11/8/2023), Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum mengeluarkan fatwa secara khusus terkait dengan fitur paylater online. Namun, berdasarkan Ijtima Ulama Tahun 2021, Komisi Fatwa MUI telah memutuskan bahwa pinjaman yang berbasis riba hukumnya haram.
Ketua MUI bidang Fatwa, Prof. Dr. Asrorun Niam Sholeh, menegaskan bahwa layanan pinjaman baik offline maupun online yang mengandung riba hukumnya haram meski dilakukan atas dasar kerelaan. Terlebih, banyak kasus yang menunjukkan sikap, perilaku, dan tindakan perusahaan penyedia pinjaman online (pinjol) juga sangat tidak etis terhadap nasabahnya. Bahkan, ada yang cenderung bersikap kasar terhadap nasabah yang dianggap menunggak angsuran hingga beberapa waktu.
Seperti yang telah terjadi, ada penyedia pinjol yang mempermalukan klien atau nasabahnya dengan menyebarkan data pribadi utang dan tunggakannya kepada publik melalui media sosial yang dimiliki klien. Selain itu, banyak terjadi penyedia pinjol mengirimkan juru tagih yang berpenampilan sangar serta bersikap kasar dengan gaya preman, meneror, dan mengancam klien. Hal ini tentunya dapat berdampak lebih lanjut atau menimbulkan keresahan di masyarakat.
Diharamkannya hukum tersebut tidak hanya berlaku pada pinjol saja, tetapi juga pada seluruh layanan pinjaman baik secara offline maupun online. Mengacu pada syariat Islam, hakikatnya aktivitas pinjam-meminjam atau utang piutang merupakan bentuk akad tabarru’, yaitu bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong, bukan hanya untuk tujuan komersial atau sumbangan.
Sementara itu, seluruh aktivitas layanan pinjaman, baik offline maupun online, hukumnya menjadi halal apabila dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sebagai muslim, alangkah lebih baik jika kita mampu meminjamkan uang kepada orang yang benar-benar membutuhkan agar mereka tidak terjerat pinjaman online.
Dengan memberikan penundaan atau keringanan dalam pembayaran utang bagi orang yang mengalami kesulitan, termasuk perbuatan dianjurkan dalam Islam atau disebut mustahab.
Syariat Islam Melarang Transaksi Riba
Seperti yang diketahui, syariat Islam telah menegaskan kepada umatnya terkait larangan transaksi jual beli dan utang piutang yang didalamnya mengandung riba. Larangan ini salah satunya termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275, Allah SWT berfirman:
ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ ٱلرِّبَوٰا۟ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِى يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيْطَٰنُ مِنَ ٱلْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْبَيْعُ مِثْلُ ٱلرِّبَوٰا۟ ۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟ ۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ
Artinya: “Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-Baqarah: 275).
Singkatnya, riba adalah biaya tambahan yang disyaratkan dan diterima oleh pemberi pinjaman sebagai imbalan dari peminjam utang. Pembayaran melalui sistem paylater bisa mengandung perbuatan riba ketika terdapat unsur ziyadah (tambahan) yang disyaratkan oleh penyedia layanan pinjaman kepada konsumennya.
Oleh sebab itu, umat Islam sangat disarankan agar dapat memilih jasa layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah sebelum melakukan transaksi pinjam meminjam supaya tidak terjerat layanan yang merugikan.
Baca artikel detikhikmah, “Belanja Pakai Paylater dalam Islam, Halal atau Haram?” selengkapnya https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6870706/belanja-pakai-paylater-dalam-islam-halal-atau-haram.
Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/