PIKIRAN RAKYAT – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengkritik langkah pemerintah memasukan pelaku judi online ke dalam daftar penerima bantuan sosial (bansos). Sebab, bansos yang diberikan kepada penjudi berpotensi digunakan kembali untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum tersebut. Selain itu, tidak ada istilah korban dari judi online atau pun kemiskinan struktural akibat dampak judi online, karena berjudi merupakan pilihan hidup pelakunya. Berbeda dengan pinjaman daring (pinjol), di mana terdapat sejumlah penyedia layanan yang melakukan kecurangan, dan menyebabkan penggunanya tertipu lalu menjadi korban. “Masa iya kemudian kita memprioritaskan mereka? tentu ini logika yang perlu didiskusikan. Kalau tahu uangnya terbatas untuk kepentingan bansos, prioritaskan justru orang yang mau belajar, orang yang mau berusaha, orang yang gigih di dalam mempertahankan hidupnya, tetapi karena persoalan struktural dia tidak cukup rezeki,” kata Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof Asrorun Niam Sholeh di Kantor MUI Pusat, Jakarta, Jumat 14 Juni 2024.
Ini yang kita intervensi, jangan sampai kemudian itu nggak tepat sasaran,” ucapnya menambahkan. Tak Perlu Tindakan Restoratif Menurut MUI, pemerintah tak perlu melakukan tindakan restoratif kepada para pelaku tindak pidana perjudian. Sebab, seseorang melakukan perjudian dalam keadaan sadar, tidak seperti pada kasus penyalahgunaan narkotika yang bisa jadi dipengaruhi hal yang lain. “Kita juga harus konsisten ya, di satu sisi kita memberantas tindak perjudian salah satunya adalah melakukan langkah-langkah preventif, di sisi yang lain harus ada langkah disinsentif bagaimana pejudi justru jangan diberi bansos,” tutur Asrorun Niam Sholeh.
Adapun secara khusus, dia mengapresiasi upaya pemerintah dalam memberantas judi online melalui pembentukan satuan tugas guna memberantas tindak pidana tersebut. “Dalam melakukan tindakan pencegahan dan juga penindakan hukum secara holistik, jangan tebang pilih, karena ada juga platform digital yang sejatinya dia bergerak kepada perjudian online, tetapi dibungkus dalam bentuk permainan dan sejenisnya,” ujar Asrorun Niam Sholeh. “MUI secara khusus memberikan apresiasi dan dukungan penuh terhadap upaya pemerintah dalam memberantas tindak perjudian melalui Satgas Judi Online,” ucapnya menambahkan.
Bansos untuk Korban Judi Online Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menegaskan bahwa praktik judi dapat memiskinkan masyarakat. Tidak peduli apakah itu judi secara langsung alias konvensional maupun judi online (judol). Orang-orang yang miskin akibat judi online dan konvensional itu pun disebut menjadi tanggung jawab Kementeriannya. “Ya termasuk banyak yang menjadi miskin, itu menjadi tanggung jawab dari Kemenko PMK,” ucap Muhadjir Effendy di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis 13 Juni 2024. Dalam upaya penanganan judi online, Kemenko PMK pun telah banyak mengadakan advokasi bagi korban judi online. Bahkan, memasukkan mereka dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai penerima bantuan sosial (bansos). “Kita sudah banyak memberikan advokasi mereka yang korban judi online ini, misalnya kemudian kita masukkan di dalam DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) sebagai penerima bansos,” kata Muhadjir Effendy. “Kemudian mereka yang mengalami gangguan psikososial, kita minta Kementerian Sosial (Kemensos) untuk turun melakukan pembinaan dan memberi arahan,” ujarnya menambahkan.
Dia pun menyoroti bahaya judi online sebagai fenomena yang sangat mengkhawatirkan bagi bangsa Indonesia. Sebab, dampaknya telah dirasakan oleh hampir seluruh lapisan masyarakat, mulai dari masyarakat menengah bawah hingga kalangan intelektual. Apalagi, penegak hukum juga tak sedikit yang menjadi korban judi online turut menjadi perhatian pemerintah. Salah satu puncaknya adalah kasus pembakaran seorang polisi oleh istrinya yang juga polwan di Mojokerto, Jawa Timur. “Itu wewenang Pak Kapolri. Tetapi saya minta agar (kasus itu) mendapat perhatian karena penegak hukum yang mestinya memberantas judi online malah jadi pelaku,” tutur Muhadjir Effendy. Alasan Korban Judi Online Dapat Bansos Muhadjir Effendy mengungkapkan bahwa agar korban judi online dapat menerima bansos, nama mereka akan dimasukkan ke DTKS. Korban judi online berhak mendapat bansos karena aktivitas ini dapat memiskinkan masyarakat. Dia mengkhawatirkan, masyarakat miskin baru bakal bermunculan karena kecanduan judi online. Di sisi lain, pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap masyarakat miskin. Muhadjir Effendy tidak menampik bahwa masyarakat sudah sangat khawatir dengan kemunculan judi online.
Judi online menjadi penyakit baru dalam masyarakat karena aktivitas ini tak hanya menyasar kelompok menengah ke bawah, tapi sudah menyasar berbagai kalangan. “Sudah banyak korban dan juga tidak hanya segmen masyarakat tertentu, misalnya masyarakat bawah saja, tapi juga masyarakat atas mulai banyak yang termasuk kalangan intelektual, kalangan perguruan tinggi, juga banyak yang kena juga,” tuturnya. Pecandu Judi Online Harus ke Psikiater Sekitar 2,7 juta penduduk Indonesia dilaporkan bermain judi online. Bahkan, Budi Arie Setiadi menyatakan bahwa Indonesia pada saat ini sudah darurat judi online.
Tidak sedikit masyarakat yang kecanduan melakukan tindakan ilegal tersebut, hingga berujung pada kasus kriminal. Untuk menyembuhkan diri, para pecandu judi online pun disarankan untuk datang ke psikiater. Hal itu dinilai bisa menjadi salah satu jalan keluar yang bisa menyelamatkan para penjudi sebelum berakibat pada gangguan mental. Terlebih, bagi mereka yang sudah kecanduan judi karena dipicu oleh hormon dopamin yang berlebihan. “Kalau sudah masuk kategori kecanduan berat, lebih baik minta bantuan profesional psikiater ya, dalam hal ini untuk terapi obat secara medis. Ini untuk mengobati tingginya hormon dopamin,” kata Psikolog Universitas Indonesia (UI), Muhammad Hamdi pada Jumat 24 Mei 2024 malam.
Hormon dopamin merupakan salah satu senyawa kimia di dalam otak yang berperan dalam menyampaikan rangsangan ke seluruh tubuh. Perasaan tersebut akan susah dihentikan kecuali dengan bantuan dan pendampingan dari profesional dan keluarga dekat. “Pemicu munculnya hormon dopamin itu karena sensasi judi itu sendiri. Jadi karena sudah berlebihan, akhirnya berujung kecanduan,” ujar Muhammad Hamdi. Selain ke psikiater, Muhammad Hamdi juga menyarankan para pecandu judi datang ke psikolog untuk membantu pemulihan mental. “Karena ini adiksi juga ya, ini kecanduan satu perilaku yang obsesif yang terus-menerus berulang,” ucapnya.
Kondisi tersebut perlu adanya intervensi para ahli dalam hal ini psikolog termasuk juga pendampingan keluarga. “Dukungan keluarga sangat diperlukan karena yang bersangkutan kan ya perlu perhatian khusus ya,” ujarnya. Kecanduan judi online disebut dapat mengakibatkan gangguan mental. Kondisi gangguan ini akan cenderung meningkat jika seseorang secara konsisten berjudi terus menerus. Potensi kecanduan dinilai makin rentan menjangkit mereka yang hormon dopamin di otaknya berlebihan.
Hal ini berkontribusi besar pada peningkatan kecanduan, karena bisa membuat seseorang menjadi terus menerus kecanduan. “Kalau sudah masuk kategori kecanduan berat, maka akan susah dihentikan, dan eskalasi judi online ini cukup besar ya,” kata Muhammad Hamdi. Dia menjelaskan, para pecandu judi online akan sulit disembuhkan karena ada perasaan exciting yang berarti seru atau menggairahkan. “Saat awalnya menang sekali, lalu meluap-luap gitu, kemudian muncul perasaan tertantang yang begitu kuat,” tutur Muhammad Hamdi. Menurutnya, meskipun setelah itu kalah berkali-kali, para pecandu judi tetap merasa ada masa penantian untuk kembali menang. “Jadi, hormon dopamin di otaknya itu sudah terlalu berlebihan, itu yang membuat dia menjadi terus kecanduan,” ucap Muhammad Hamdi.***
Sumber Artikel berjudul “MUI Kecam Bansos untuk Pelaku Judi Online, Masih Banyak Orang yang Gigih Usaha tapi Tak Cukup Rezeki”, selengkapnya dengan link: https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-018212045/mui-kecam-bansos-untuk-pelaku-judi-online-masih-banyak-orang-yang-gigih-usaha-tapi-tak-cukup-rezeki?page=all