Santri Pangandaran Berdikari Lewat Melon Sultan

FPPU – Mendengar pesantren identik dengan aktivitas keagamaan dan kerohanian. Namun, di Pesantren Babakan Jamanis Pangandaran sekelompok santri berdikari untuk bertani. Mereka mencoba mandiri dengan menanam melon untuk mendapatkan keuntungan. Bentuk pemberdayaan santri ini membuat suasana di belakang pesantren menjadi hijau dan memiliki nilai ekonomis.

 

Sekelompok santri yang merintis kebun melon itu semula berjumlah dua orang. Kini ada 8 santri yang mengurusi tanaman melon sultan atau inaton dengan sistem Green House. Di atas sebidang tanah seluas 25 meter × 30 meter persegi itu, mereka mencoba peruntungan untuk dilipat dan ditabung. Bahkan, lokasi kebun melon sultan Green House ini sudah menjadi destinasi alternatif setiap kali memasuki masa panen.

 

Lokasi Green House Melon itu berada di kawasan Pondok Pesantren Jamanis, Dusun Pasirkiara, Desa Karangbenda, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran. Jaraknya dari Bundaran Marlin Pangandaran sejauh 20 Km atau 29 menit perjalanan melawati Jalan Raya Cijulang. Sesampainya di lampu merah Parigi belok kanan menuju jalan pasir kiara Jamanis sejauh 3 Km.

 

 

Jika sudah tiba di Pondok Pesantren Jamanis, pengunjung dapat berjalan kaki ke belakang kobong (tempat menginap) santri pria dengan melewati jalan setapak menuju sawah-sawah sejauh 300 meter. Santri Perintis melon sultan Green House Babakan Jamanis Pangandaran, Yasri Rifa’i (24) mengatakan, kebun itu dirintis pada Juli 2021 yang lalu. Waktu itu, pasca pandemi COVID-19 menerjang, aktivitas santri dan kampus di tempatnya belajar sedikit kurang produktif. Sehingga dirinya dengan para santri melakukan kunjungan ke Al Ittifaq Ciwidey, Bandung.

 

Di sana, selain melihat aktivitas para santri, mereka melihat cara menanam melon inaton dan perawatannya. Kemudian, salah satu santri yang ikut merealisasikannya di Pangandaran. “Ide menanam melon muncul saat melakukan kunjungan dan belajar di pesantren Al Ittifaq Ciwidey, Bandung,” ucap Yasri kepada detikJabar.

 

Semula, Yasri bersama Daris salah satu rekan perintisnya, serius mempelajari cara penanaman melon di pesantren Al Ittifaq. Hingga akhirnya mencoba membeli benih. “Waktu itu saat kesana (Pesantren Al Ittifaq) langsung membeli benih sekaligus sudah dengan pupuknya,” ucap dia. Sepulang dari Bandung, Yasri langsung menerapkannya di Pesantren Jamanis Pangandaran. Meski demikian, harus meminta izin pemilik pondok untuk memanfaatkan lahan kosong di belakang pesantren.

 

Alhasil, ponpes tempatnya belajar mengizinkan bahwa lahan di belakang pesantren dapat dimanfaatkan. Menurutnya, menanam melon itu tidak semudah yang dilihat dan dibayangkan saat belajar. Karena setelah praktik banyak tantangan yang harus dihadapi. “Kalo melihat belajar gampang, tapi waktu praktik butuh kehati-hatian, sabar, ulet dan teliti,” ucapnya.

 

Dia mengatakan penyebab gagalnya berkembang benih hingga berbuah gagal panen bukan hanya karena cuaca. Banyak faktor penyebab tidak berbuah dengan baik. “Selain faktor cuaca, salah penanaman, hama dan perawatan yang sembrono juga mengakibatkan gagal panen,” terang dia.

 

Ia menjelaskan, menanam melon ada beberapa tahapan yang harus dilewati agar menghasilkan buah melon manis dan layak untuk dijual. Prosesnya itu, menurut Yasri, mulai dari penyemaian hingga pemindahan media tanam.”Dalam proses penyemaian ini kita bisa mengetahui, mana yang bisa ditanam dan tidak bisa,” terangnya.

 

Lalu, setelah bibit tanaman memasuki hari ke-14 nantinya dipindahkan ke media tanam yang sudah disediakan. Sehingga, menurut dia, jika berusia 21 hari sudah mulai berbunga. “Ketika hasil semainya berusia 21 hari mulai dikawinkan bunganya menuju pembuahan. Tentu prosesnya penuh kesabaran,” katanya.

 

Kemudian, ada proses pemindahan lagi dari media tanam ke media tanam pembuahan. Waktunya memerlukan hampir 3 bulan. “Baru setelah dalam media tanam pembuahan memerlukan lagi waktu selama 80 sampai 90 hari. Dalam waktu segitu melon sudah siap panen,” ujarnya.

 

Dia menuturkan, proses perkawinan antara bunga jantan dan betina pada proses penanaman melon itu bertujuan agar kualitas melon menghasilkan buah yang manis dan kualitas bagus. “Nantinya kalo terawat dengan baik, satu pohonnya berbuah 1 melon,” tuturnya. Kendati demikian, kata dia, dalam satu pohon melon bisa berbuah beberapa melon. Namun, kata Yasri, untuk menjaga kualitas, satu pohon dibuahkan satu melon saja. Menurutnya, buah melon yang ditanam saat ini merupakan jenis Inaton atau melon Sultan. “Melon ini berasal dari Belanda. Tapi untuk bibit di daerah Jabar pun banyak. Kalo kita ambil dari Bandung,” ucapnya.

 

 

Buah Kesabaran Menanam Melon
Selain Yasri, teman satu perjuangannya yaitu Daris memberikan peran penting setiap langkah proses berdirinya Green House melon Sultan milik para santri Babakan Jamanis Pangandaran. Daris mengatakan, modal awal untuk pembuatan Green House ini berasal dari Bantuan Bank Indonesia Jawa Barat atau BI Jabar.

Pada Juli 2021, menurut Daris, modal pertama bertani melon itu dari bantuan dan pembinaan Bank Indonesia Jabar. “Kalau modal kita sebetulnya awal-awal seperti saung yang luas ini berasal dari BI Jabar, karena kami pun berada dibawah binaan BI,” ucap dia. Saat itu, kata dia, pesantren tempatnya belajar mendapatkan bantuan untuk program perekonomian pesantren. Untuk itu, modal yang diterima dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pembuatan Green House.

Santri Pangandaran menanam melon sultan Foto: Aldi Nur Fadillah
Sehingga, selebihnya untuk pekerjaan dan proses penanaman dilakukan dengan memberdayakan para santri. “Kami terbuka untuk para santri yang berminat bertani. Tetapi tidak mengganggu aktivitas keagamaan,” kata Daris.

Kemudian, pengurus kebun melon itu bertambah menjadi delapan orang. Dari semula hanya dirintis dua orang saja. “Siapa yang menanam pasti akan menuai” Daris melontarkan kata-kata tersebut saat bicara bagaimana perjalanan panjang menanam melon.

 

Daris mengatakan proses panjang yang dilalui selama menanam melon tidak akan sia-sia, sudah pasti berbuah walaupun keberhasilannya fifty-fifty. “Kalau untuk proses penanaman sekarang sekali panen bisa sampai 1.000 buah melon, ya sekitar 90% dari bibit yang ditanam,” kata Daris.

 

Ia pun bercerita omzet yang dihasilkan tidak main-main dan memberikan nilai ekonomi yang cukup tinggi. “Dari ribuan melon itu omzetnya tidak menghitung bulan, tetapi dalam sekali panen bisa mencapai Rp 40-45 juta itu sudah maksimal,” katanya.

Menurutnya, hasil itu belum dipotong modal penanaman yang bisa menghabiskan uang sebesar Rp 10 juta. “Tapi untuk modal sudah terganti, karena sekali modal menanam, pupuk dan pestisida itu habis Rp 10-15 juta,” katanya.

 

Sementara itu, untuk sekarang santri yang menjadi petani melon ada sebanyak 8 orang. “Tim intinya ada 6 orang, cuman ada santri yang ikut membantu 2 orang saja,” kata dia. Penghasilan puluhan juta itu, kata dia, hanya dapat dinikmati setiap 3 bulan sekali. Karena, selain menjual melon butiran banyak, membuka juga petik sendiri dari pohonnya. “Kami juga buka memetik melon dari pohonnya, namun hanya dilakukan setiap masa panen tiba,” katanya.

 

Daris mengatakan untuk sekali panen melon itu kebanyakan sudah habis untuk pengunjung yang hadir memetik sendiri. “Kalau distribusi memang paling menguntungkan itu dari hasil petik sendiri karena harganya juga beda Rp 45 ribu per kilogram,” kata Daris.

 

Santri mahasiswa tingkat akhir itu, menyebutkan, jika distribusi keluar daerah harganya bisa berbeda dengan pengunjung langsung ke lokasi. “Jauh lebih murah, kalau buah melon ini menjualnya ke Ciwidey, Bandung di Pesantren Al Ittifaq sudah siap menampung,” katanya.

 

Sekali panen omzet dari hasil penjualan itu, kata dia, bagi hasil dengan pondok pesantren sebagai pemilik lahan.
“Sekali panen, bisa mendapatkan keuntungan dari bagi hasil dengan pesantren tidak menentu sih nominalnya karena kita presentasi, belum coba menghitung. Tapi alhamdulillah, bisa untuk bayar kuliah, kebutuhan alat tulis belajar, kirim juga ke orang tua,” ucapnya.

 

Membagi Waktu Mengaji dan Bertani
Daris mengatakan karena berada di lingkungan pesantren, dirinya tetap harus membagi waktu mengaji dan belajar “Kalau waktu luang belajar, mengaji dan sebagainya masih ada, karena untuk mengurus tanaman ini kita cukup di siang hari, malamnya baru mengaji, tetap tidak terlewat,” katanya.

 

Menurutnya, perlu tenaga yang cukup membagi waktu bertani, mengaji dan belajar. “Ya pintar-pintar kita saja membagi waktu,” ucapnya.vKendati demikian, kata Daris, walaupun ada pembelajaran yang kelewat bisa belajar melalui internet.v”Karena akses untuk memakai HP pun masih bisa diatur, jadi buka HP untuk belajar, mencoba penjualan melon dan promosi di media sosial,” katanya.

 

Berdikari dari Menanam Melon Sebagai Santri dan Mahasiswa
Yasri dan Daris merupakan mahasiswa STITNU AL Farabi sekaligus santri Pesantren Jamanis. Meski harus bergelut sebagai petani melon, keduanya mengaku tidak pernah meninggalkan kewajibannya untuk belajar.

Dari berbisnis Melon Inaton, Yasri mengaku merasa mandiri dan lebih berarti. Selain belajar di kampus dan pesantren, ia mengatakan menjadi pengalaman asyik bisa bertani sekaligus berbisnis. “Alhamdulillah biaya kuliah, jajan, bahkan kebutuhan sehari-hari sudah terpenuhi dari mengurusi tumbuhan melon ini,” katanya.

 

Selain itu, ia pun mengaku sering kirim uang ke orang tua meski yang diberi belum sebanyak yang dibayangkan. “Alhamdulillah ke orang tua juga sering ngirim, cuman belum gede ngasihnya,” kata dia. Untuk memanfaatkan waktu yang ada selama menunggu hasil panen melon. Yasri dan santri yang mengelola Green House itu mencoba peruntungan lain dengan menanam sayuran seperti cabai dan selada.

 

Menurutnya, pihak pesantren mengizinkan lahan seluas 12 meter × 6 meter persegi menjadi ladang untuk sayuran cabai merah dan selada. Dengan itu, Yasri mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual cabai rawit dan selada. “Alhamdulillah tambahannya juga kami menanam sayuran dan cabai rawit. Meski hasilnya belum sebesar melon, tapi intensitas panennya tidak terlalu lama,” katanya.

 

Menangkap Peluang Sebagai Destinasi Agrowisata di Pangandaran
Yasir mengatakan penjualan melon pesat saat pembukaan agrowisata memetik melon sendiri dari pohonnya. Menurutnya, daya beli masyarakat di Pangandaran saat ini memang tidak terlalu tinggi, namun jika sudah viral dan penasaran maka akan fomo sendiri.

 

Melihat peluang tersebut, Yasri dan tim memanfaatkan nama Pangandaran sebagai daerah yang kaya akan wisata alamnya menjadi destinasi agrowisata. “Kalo di Pangandaran saya melihat, jika sudah viral makan akan ikut-ikutan,” kata dia. Semula, Agrowisata memetik melon sendiri dari pohonnya itu banyak pengunjung karena pemanfaatan media sosial. “Dari medsos terkenalnya,” ucapnya.

Buah kesabaran yang dilakukan para santri itu, membuat hasil yang dikerjakan cukup terasa. “Kalo dulu saja tidak sabar, maka tidak seperti apa yang sekarang dicapai,” ucapnya.

Santri Pangandaran menanam melon sultan
Untuk mempermudah pembayaran belanja melon di Green House Babakan Jamanis, Yasri membuka pembayaran digital melalui QRIS. “Karena jumlah pembelian itu tidak pasti, saat transaksi kami menyarankan untuk pakai QRIS supaya pas. Meski demikian pembayaran cash masih mendominasi,” katanya.

 

Manfaat Penanaman Menggunakan Sistem Green House

Daris mengatakan meski bukan sarjana pertanian, belajar sistem tanam melon dengan Green House ini dipelajari melalui internet. “Sekarang kan canggih, saya kalo belajar tambahan lihat dari internet juga,” katanya. Menurutnya, penanaman dengan sistem Green House banyak manfaatnya dan dapat memudahkan dalam proses aktivitas pertanian. “Manfaat sistem ini buat kita petani milenial cukup membantu dan meringankan beban, yang tadinya harus menyiram dengan satu-satu cape gitulah, ini bisa sekali putar keran air mengalir ke semua pohon melon dan hama juga tidak terlalu parah nggak kayak seperti yang tidak pakai Green House, cukup membantu sekali,” ungkapnya.

 

Ia pun mengatakan jika GH Melon yang dikelola miliknya dinilai strategis karena posisinya yang berada dekat sungai dan sawah. Sehingga, menurut dia, untuk pengairannya tidak terlalu susah. “Bahkan akses jalan ke jalan besar pun dekat,” katanya.

 

Peran Bank Indonesia untuk UMKM di Priangan Timur
Deputi Kepala Perwakilan BI Tasikmalaya M. Alam Maulana mengatakan, untuk memperkuat pertumbuhan dan stabilitas ekonomi daerah, Bank Indonesia memiliki peran yang strategis. Melalui beberapa pelaksanaan asesmen, survei dan perumusan kebijakan.

 

“Sebagai advisory pemerintah merumuskan rekomendasi terkait pertumbuhan ekonomi (termasuk pengembangan ekonomi dan keuangan syariah), stabilitas harga (inflasi), dan akselerasi ekosistem digital (termasuk digitalisasi sistem pembayaran),” kata Alam kepada detikJabar, melalui pesan WhatsApp, Senin (16/9/2024).

 

Selain itu, kata dia, BI juga berperan dalam pengembangan UMKM ketahanan pangan, wirausaha baru, produk unggulan, pariwisata, dan ekonomi kreatif. “Kami juga memastikan kelancaran dan kehandalan sistem pembayaran, termasuk akselerasi implementasi digital seperti QRIS serta perlindungan konsumen bagi sistem pembayaran,” terangnya.

Dia menambahkan, berkomitmen menjaga ketersediaan uang rupiah yang beredar di masyarakat dalam jumlah yang cukup dan nominal yang sesuai, serta layak edar. Untuk penguatan ekonomi, kata dia, BI Tasikmalaya telah melakukan peran strategis bank Indonesia dalam berbagai forum baik pemerintah, asosiasi, dan pelaku usaha untuk menyampaikan rekomendasi terkait.

 

Pengembangan UMKM pun dilakukan melalui 3 pendekatan yaitu, korporatisasi untuk memetakan potensi daerah, perumusan kebijakan, dan kemitraan untuk akses pasar dan pembiayaan. “Termasuk penguatan kelembagaan UMKM serta meningkatkan daya saing dan memanfaatkan digitalisasi dan perluasan pasar,” katanya.

 

“Kami juga bantu pembiayaan yaitu membantu UMKM mendapatkan akses kepada lembaga keuangan agar perluasan usaha disertai program edukasi untuk mendorong literasi keuangan,” sambung dia.

Dalam penguatan ekonomi, menurut dia, BI melakukan upaya digitalisasi yang dilakukan dengan melakukan onboarding go digital, yaitu pemasaran melalui e-commerce dan pembayaran secara non tunai dengan kanal pembayaran QRIS.

 

Sementara ini, BI juga berkolaborasi dengan pemerintah daerah untuk membentuk ekosistem digital terkait penerimaan pendapatan pemerintah (pajak dan retribusi). Lalu, BI juga bekerjasama dengan perbankan untuk meningkatkan akuisisi merchant agar menggunakan QRIS dalam transaksi keuangan.

 

Adapun manfaat digitalisasi ekonomi adalah memperluas akses pemasaran melalui e-commerce dan kemudahan transaksi scara non tunai melalui kanal pembayaran QRIS. Sementara ini, untuk pengembangan ekonomi baru dibawah BI Tasikmalaya di antaranya, pengembangan Klaster Ketahanan Pangan berbasis Halal Value Chain, di desa Berdikari Waringinsari Kota Banjar.

 

Desa Berdikari (Berdaya Kreatif Religius dan Inovatif) ini merupakan program pemberdayaan masyarakat berlandaskan prinsip syariah sebagai penguatan ekosistem halal value chain yg dihubungkan dengan upaya penguatan ketahanan pangan.

 

Menurut dia, penguatan ekonomi yang dilakukan BI sangat berdampak positif dalam pengendalian inflasi. “Melalui forum TPID, berbagai kebijakan ekonomi yang direkomendasikan kepada pemerintah daerah mampu menjaga level inflasi Kota Tasikmalaya. Pada Agustus 2024, inflasi Kota Tasikmalaya sebesar 0,07% (mtm) atau secara tahunan 2,03% (yoy). Tentunya hal ini sangat baik mengingat target inflasi adalah 2,5 +-1%, termasuk di wilayah priangan timur lainnya seperti Ciamis, Banjar dan Pangandaran, mengacu ke Tasikmalaya,” jelasnya.

Sumber detikjabar.com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *