Istilah khodam tengah menjadi sorotan publik di media sosial. Khodam biasanya dikaitkan dengan hal-hal yang berbau mistis dan ghaib. Lantas, apa itu khodam? Kata khodam dalam bahasa Arab mengandung arti pembantu, penjaga, atau pengawal. Perdana Akhmad dalam buku Ilmu Hikmah Antara Hikmah dan Kedok Perdukunan menjelaskan khodam merujuk pada jin muslim yang menjadi sahabat seseorang.
Sementara itu, menurut Petir Abimanyu dalam buku Ilmu Mistik Kejawen: Menguak Rahasia Hidup Orang Jawa, khodam berbeda dengan jin atau setan, meskipun sama-sama berbadan ghaib. Khodam dikatakan tidak memiliki nafsu dan jenis kelamin.
Lebih lanjut, dijelaskan khodam merujuk pada makhluk pendamping yang selalu mengikuti dan menuruti perintah tuannya. Bila seseorang ingin berkomunikasi secara aktif dengan khodam yang dimilikinya, maka ia harus menguasai ilmu khodam.
Nur Prabawa Wijaya dalam buku Misteri Khodam pun mengartikan khodam dalam tradisi Jawa dikenal sebagai makhluk yang dapat ditugaskan untuk membantu manusia dalam urusan tertentu. Istilah lain dari khodam adalah perewangan dalam budaya Jawa.
Melalui sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ali Nurdin dalam buku Komunikasi Magis: Fenomena Dukun di Pedesaan, temuannya mencatat seseorang dapat membayar sejumlah uang untuk memiliki khodam. Hal ini ditemukan di beberapa desa di Jawa, salah satu temuan Ali, harganya bisa mencapai Rp 25 juta. Mengenai kemampuan khodam, disebutkan dapat membisiki pemiliknya tentang sebuah kejadian.
Khodam dalam Pandangan Islam
Berdasarkan keterangan sebelumnya, makna khodam masih memiliki pertentangan apakah merujuk pada jin atau bukan. Namun, bila khodam yang dimaksud merujuk pada jin, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama terdahulu tentang hukum meminta pertolongan kepada jin dalam urusan tertentu.
Dilansir dari Syekh Musthafa Hamdu ‘Ullayan Al Hambali dalam Kitab As Adah Al Hanabilah wa Ikhtilafatuhum Ma’a As Salafiyah terjemahan Masturi Irham dan Mohammad Asmui Taman, sejumlah kaum Salafi Kontemporer dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Kitab Majmu Al Fatawa membolehkan hal ini. Menurut pendapat ini, muslim boleh meminta bantuan pada jin selama dalam perkara yang diperbolehkan kedudukannya.
“Misalnya, memerintahkan kepada mereka melakukan pekerjaan-pekerjaan yang harus mereka lakukan dan melarang mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang diharamkan,” demikian terjemahan Majmu Al Fatawa oleh Masturi Irham dan Mohammad Asmui Taman.
Hal ini bertentangan dengan atsar yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal. Disebutkan, haram hukumnya meminta bantuan kepada bangsa jin maupun memanfaatkan mereka dalam pengobatan ruqyah dan lainnya. Perbuatan tersebut dianggap membuka pintu gerbang kemusyrikan.
Abu Ya’la, Ibnu Muflih, dan Ibnu Qayyim Al Jauziyah meriwayatkan dari Farj bin Ash Shabah Al Barzathi tentang perkataan Imam Ahmad. Beliau pernah ditanya pendapat terkait orang yang diyakini dapat berkomunikasi dengan jin bahkan jin itu melayani orang tersebut.
Imam Ahmad menjawab, “Aku tidak tahu apa ini! Aku belum pernah mendengar sesuatu pun tentang masalah ini. Aku juga tidak menginginkan seorang pun melakukannya. Alangkah baiknya ia meninggalkannya dan itu lebih aku sukai.”
Selain itu, Prof Wahbah Az Zuhaili pernah ditanya mengenai hukum meminta bantuan berupa jasa atau pertolongan secara umum kepada jin. Ulama fiqih tersebut menjelaskan bahwa dilarang meminta bantuan jin dalam bentuk apapun karena termasuk perbuatan tercela secara syara’ sebagaimana dijelaskan dalam surah Al Jin ayat 6,
وَّاَنَّهٗ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْاِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًاۖ
Artinya: Sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari (kalangan) manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari (kalangan) jin sehingga mereka (jin) menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat.
Mengutip penjelasan Habib Usman bin Yahya sebagaimana yang dilansir dalam Kata Ustaz detikHot, disebutkan muslim tidak boleh sembarangan berteman dengan jin. “Janganlah kita sembarang berteman dengan jin. Apalagi mau main bareng jin, atau meminta sesuatu sama jin,” jelasnya.
Karakteristik Jin dalam Islam
Jin dan manusia memiliki kesamaan meski hidup di alam yang berbeda. Menurut Umar Sulaiman Al-Asyqar dalam Alam al Mala’ikah al Abrar & Alam al Jinn wa asy Syayathin terjemahan Kaserun Rahman, jin dan dan manusia sama-sama diberi akal dan pengetahuan untuk mampu membedakan antara yang baik dan buruk serta keduanya diciptakan untuk menyembah Allah SWT.
Hal ini juga diterangkan dalam surat Az Zariyat ayat 56, Allah SWT berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”
Kemudian, jin juga akan menemui ajal layaknya manusia. Sebagaimana dalam sebuah riwayat, Nabi SAW bersabda: “Aku berlindung kepada keagungan-Mu yang tiada Tuhan selain Engkau. Engkau tidak pernah mati, sedangkan jin dan manusia akan mati.” (HR Bukhari)
Jin juga menikah dan memiliki keturunan sesuai yang diterangkan dalam surat Ar Rahman ayat 56, Allah SWT berfirman:
فِيْهِنَّ قٰصِرٰتُ الطَّرْفِۙ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ اِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَاۤنٌّۚ
Artinya: “Di dalamnya ada (bidadari) yang membatasi pandangan (hanya untuk pasangannya) yang tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka dan tidak (pula) oleh jin.”
Wallahu a’lam.
Sumber : detik.Com