Kunci Pondok Pesantren Pagelaran III Subang Aktif hingga Puluhan Tahun, Salah Satunya Komunikasi

PIKIRAN RAKYAT – Pondok Pesantren Pagelaran III, Gardusayang, Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang, Jawa Barat, merupakan salah satu pondok pesantren yang berusia puluhan tahun tapi masih tetap eksis. Tidak banyak ponpes yang masih tegak berdiri hingga kini dan dipercaya orangtua santri. Ponpes Pagelaran III merupakan salah satu ponpes K.H. Muhyiddin bin Arif atau Mama Pagelaran. Ternyata, ada cara tersendiri yang dilakukan supaya masih bisa tetap eksis dan dipercaya. Pimpinan Ponpes Pagelaran III K.H. Asep Asrofil Alam bilang, ada hal yang dijaga supaya tetap bertahan di era modern. “Yang utama adalah harus senantiasa menjalin silaturahmi dengan berbagai pihak, seperti dengan alumni dan dengan masyarakat itu harus menjalin komunikasi dengan bagus. Intinya komunikasi dengan masyarakat dan bagaimana pesantren itu bisa memberikan manfaat untuk masyarakat,” tuturnya saat ditemui di Ponpes Pagelaran III, Ahad, 2 Juni 2024.

 

Menurutnya, ada banyak cara yang bisa dilakukan supaya diterima masyarakat, seperti memberikan pelayanan keagamaan maupun pemberdayaan ekonomi untuk masyarakat dan umat. Selain itu, tidak menutup mata dengan teknologi yang makin hari semakin canggih. Prinsip yang dipegang oleh Ponpes Pagelaran III adalah al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah. “Jadi mempertahankan yang baik dan mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik. Sekira itu ada manfaat dari hal-hal yang baru yang modern, pasti di situ harus diambil oleh pesantren,” ujar dia, “karena, mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik yang lebih bermanfaat itu adalah salah satu cara juga untuk tetap eksis di tengah perkembangan zaman, adaptif.”

 

Di tengah pagebluk Covid-19, ada keberkahan di Ponpes Pagelaran III. Bukannya kekurangan santri, justru banyak santri yang belajar di pesantren tersebut. “Di sini, alhamdulillah tidak terjadi hal yang dikhawatirkan pada masa pandemi. Dan, kami tetap mengikuti protokol kesehatan yang diajukan oleh pemerintah. Memang ada waktu saat santri dipulangkan dulu, tetapi hanya untuk beberapa saat saja,” tutur dia. Setelah itu, katanya, lantaran santri tak mungkin dirumahkan terlalu lama, akhirnya dengan kesiapan manajemen ponpes serta dikontrol juga oleh pemerintah, meminta izin kepada pemerintah supaya santri kembali ke pondok dengan protokol kesehatan yang ketat, dan akhirnya diizinkan. “Saat pandemi, di sini alhamdulillah aman terkendali. Justru, pada masa pandemi itu ada satu keanehan, malah semakin banyak pendaftar, pandemi itu kenaikan hampir 70 persen, bukannya menurun santri malah bertambah dan kobong mendadak kurang,” kata dia.

 

Bagaimana kiat ponpes tetap bertahan?

 

Ketua Forum Pemberdayaan Pesantren dan Umat (FPPU) Jawa Barat K.H. Arie Gifary mengungkapkan, saat ini ponpes dihadapkan dengan tantangan global. Mau tak mau, ponpes harus menghadapinya. “Pertama, bagaimana pesantren tersebut bisa mempertahankan nilai-nilai kepesantrenan, pertama akhlak. Kedua, bagaimana mempertahankan culture pesantren, karena culture pesantren khas dan tidak bisa disamakan dengan sekolah, misalnya taklim kepada guru,” ujarnya di Subang, Ahad. K.H. Arie juga bilang, kiat ketiga adalah penguatan dari bidang ilmu. Penguatan dari bidang ilmu itulah yang membuat santri bisa mempertahankan nilai-nilai baiknya. “Dia bisa membentengi diri dari serangan-serangan luar biasa dengan ilmu agama yang kuat dengan nilai-nilai luhur yang kuat. Insyaallah, pesantren akan berpengaruh. Kalau santri tidak dibentengi dengan nilai-nilai seperti itu, saya yakin lama-lama akan kosong,” tutur dia. Terakhir, kata dia, konsisten dan komitmen dari pimpinan pesantren untuk konsisten dalam menjalankan nilai-nilai tersebut. “Komitmen itu komitmen bersama, mulai dari yang ditanamkan atau dicontohkan oleh para kiainya itu juga sebuah benteng dalam menjaga dan membentengi pengaruh dari luar,” katanya.***

 

Sumber Artikel Pikiran Rakyat.Com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *