Setelah melaksanakan ibadah haji, biasanya jamaah akan pulang ke Tanah Air dengan membawa oleh-oleh berupa air zamzam, kurma, serta berbagai macam pernak pernik lainnya yang berasal dari Arab. Namun, ada saja orang yang kemudian membawa batu jumrah usai melakukan rangkaian ibadah haji, lempar jumrah di Jembatan Jumrah, Kota Mina yang terletak sebelah timur Makkah.
Para ulama besar pada dasarnya memiliki pandangan masing-masing perihal membawa pulang batu jumrah dari tanah Makkah ini. Sebagian besar ulama yang bermazhab Syafiiyah menyatakan bahwa membawa batu jumrah keluar dari Kota Makkah ini haram hukumnya apabila bertujuan untuk mengharapkan keberkahan dan kelancaran rezeki apabila membawa batu tersebut pulang.
Jumhur ulama menganggap fenomena tersebut adalah kemusyrikan karena seharusnya mengharapkan keberkahan dan kelancaran rezeki ini hanya kepada Allah, bukan kepada batu jumrah yang hanya benda mati. “Tidak boleh (ambil batu jumrah untuk dibawa pulang),” tegas Konsultan Ibadah Haji, PPIH Arab Saudi KH Miftah Faqih, di Makkah, Selasa (28/5/2024).
Berdasarkan pendapat Imam Syafi’I Rahimahullah: “Tidak ada kebaikan dalam mengeluarkan batu tanah haram dan tanahnya ke (tempat) tanah halal. Karena ia mempunyai kehormatan yang telah nyata ketetapannya dibanding tempat lain. Dan saya berpendapat –wallahu ta’ala a’lam- tidak boleh seorangpun memindahkannya dari tempat yang membuatnya berbeda dari daerah lain, sehingga dia menjadi (tempat) yang sama seperti lainnya.” (Al-Umm, 7/155).
Disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 17/195, “Mazhab Syafi’i dengan jelas mengharamkan untuk memindahkan tanah dan batu di tanah haram serta apa yang dibuat dari tanahnya –seperti kendi dan lainnya- ke (tanah) halal, maka (jika ada yang memindahkannya) harus dikembalikan ke tanah haram.”
Al-Mawardi rahimahullah berkata: “Kalau mengeluarkan batu haram atau tanah haram, maka dia diharuskan mengembalikan ke tempatnya dan memasukkan ke haram.”
Sumber NU Online