Islam memberikan keringanan atau rukhsah bagi umatnya agar lebih mudah dalam menjalankan ibadah, termasuk haji. Rukhsah dalam haji masih berkaitan dengan rangkaian ibadah yang dilaksanakan di tanah suci.
Mengutip buku Menuju Umrah dan Haji Mabrur tulisan H. Syaiful Alim, Lc, rukhsah atau takhfif dalam ibadah dilandasi oleh prinsip-prinsip penetapan hukum Islam, yaitu menghilangkan dan mengurangi kesukaran.
Kedua prinsip hukum itu menghasilkan kaidah fiqh al-masyaqqah tajlibut taisir yang artinya “kesulitan itu mendatangkan kemudahan”. Rukhsah membuktikan bahwa Islam bukan agama yang menyulitkan umatnya, sebagaimana yang disebutkan dalam Alquran. “Allah tidak menjadikan dalam agama ini satu pun kesukaran atas kamu.” (QS. Al-Hajj: 78)
Lalu, apa saja rukhsah dalam haji yang meringankan para jamaah? Berikut informasi selengkapnya.
Rukhsah dalam Haji
Secara bahasa, rukhsah berarti keringanan. Sedangkan menurut istilah, rukhsah didefinisikan sebagai ketentuan yang disyariatkan Allah sebagai peringan khusus.
Dijelaskan dalam buku Ensiklopedia Fiqih Haji dan Umrah oleh Gus Arifin, rukhsah tidak terjadi kecuali adanya udzur yang syaqq (sulit). Penyebab adanya rukhsah antara lain bermusafir, sakit, dalam keadaan lupa, kesukaran, paksaan, dan kekurangan akal.
Haji dilaksanakan dengan serangkai ibadah yang mungkin sulit dijalani sebagian orang, seperti orang tua, ibu hamil atau penyandang disabilitas. Karena itu, Allah memberikan rukhsah bagi jamaah haji dengan kondisi sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan.
Mengutip buku Panduan Terlengkap Ibadah Muslim Sehari-hari tulisan KH. Muhammad Habibillah, berikut beberapa rukhsah dalam haji yang memberi kemudahan bagi jamaah:
-
Ketika jamaah haji sakit dan tidak mampu mengerjakan thawaf dengan berjalan sendiri, maka bisa dibantu dengan ditandu atau digendong.
-
Boleh menggunakan kursi roda atau alat lainnya jika tidak dapat berjalan atau ada masalah lain saat melakukan sa’i.
-
Jika jamaah tidak bisa melempar jumroh dengan berbagai alasan, maka boleh diwakilkan orang lain yang sudah melaksanakannya.
-
Jamaah yang ingin cepat-cepat kembali ke Makkah saat di Mina (sebelum tanggal 13 Dzulhijjah) boleh pergi lebih awal, yaitu pada tanggal 12 Dzulhijjah (nafar awwal).
-
Jamaah yang berhalangan untuk wukuf karena sakit atau melahirkan dapat melaksanakannya di dalam mobil atau ambulans.
-
Jamaah haji tamattu’ atau haji qiran yang tidak sanggup membayar dam boleh menggantinya dengan berpuasa selama 10 hari (3 hari ketika sedang berhaji dan 7 hari di tanah airnya).
-
Jika tidak bisa melaksanakan mabit di Muzdalifah, boleh hanya sepintas di sana asalkan pada waktu malam hari atau hanya berada di mobil saja.
-
Sholat boleh dijamak dan diqashar selama melaksanakan ibadah haji atau umrah.
-
Semua rukhsah tersebut menunjukkan bahwa aturan-aturan yang ada dalam Islam bukan untuk menyulitkan umatnya. Sebaliknya, aturan-aturan tersebut justru dapat disesuaikan dengan fitrah manusia sehingga tidak akan dibebankan atas ibadahnya.
Sumber : Kumparan.com