Traveling atau bepergian menjadi tren masa kini. Maraknya penggunaan media sosial untuk memperlihatkan secara real time penampakan objek traveling memicu kaum muda untuk menjelajahi daerah-daerah eksotis baik di Tanah Air ataupun di dunia.
Tren traveling juga meningkat di tengah umat Islam. Indeks Wisata Muslim Global (Global Muslim Travel Index/GMTI) yang dirilis Mastercard-Crescent Rating 2017 menunjukkan jumlah wisatawan Muslim dunia pada 2015 mencapai 117 juta jiwa. Muslim traveler yang umumnya dari generasi milenial ini pun diprediksi akan menumbuhkan wisata halal hingga mencapai 100 miliar dolar AS. Terlepas dari gemerlap potensi ekonomi dan besarnya kuantitas Muslim yang pelesir ke berbagai belahan dunia, melakukan perjalanan ternyata juga tak lepas dari sunah.
Semasa hidupnya, Nabi SAW melakukan perjalanan jauh sebagai musafir untuk empat macam keperluan. Musafir untuk berhijrah, musafir untuk berjihad, berumrah, hingga berhaji. Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam Bekal Hidup Muslim mengungkapkan, Rasulullah SAW biasa berangkat melakukan perjalanan pada pagi hari. Nabi SAW lebih suka pergi pada hari Kamis. Dia pun berdoa kepada Allah SWT agar umatnya diberi berkah pada pagi harinya.
Saat mengirim utusan delegasi atau pasukan tentara untuk safar dalam rangka jihad, Nabi SAW juga memberangkatkan mereka pada pagi hari. Nabi menganjurkan agar rombongan musafir berjumlah tiga orang dan salah satu diantaranya ditunjuk sebagai pemimpin. Nabi SAW melarang seseorang bepergian jauh sendirian. Kata dia, jika pergi jauh sendirian adalah setan sedangkan jika pergi dua orang maka mereka sama saja dua setan. Ketika jumlah rombongan ada tiga orang, mereka adalah musafir sebenarnya.
Ketika bangkit hendak bepergian jauh, Nabi SAW selalu membaca doa, Ya Allah, kepada-Mu aku menuju dan dengan-Mu aku berlindung. Ya Allah, cukupkan aku pada apa yang menjadi kebutuhanku dan dari apa yang tidak aku beri perhatian baginya.Ya Allah, bekali aku dengan ketakwaan dan ampunilah dosaku. Serta arahkan aku kepada kebaikan kemanapun aku menuju.
Ketika binatang tungganngannya telah menghampiri Nabi SAW, dia membaca bismillah ketika meletakkan kaki pada penyangganya. Saat berada di atas punggung kendaraannya, dia baru kembali membaca doa. Segala puji bagi Allah, Maha suci Allah yang telah menundukkan (kendaraan) ini bagi kami sedang kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kepada Tuhan kamilah akan dikembalikan.
Nabi melanjutkan doanya, Segala puji bagi Allah, segala puji bagi Allah. Dia lantas bertakbir, Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar. Maha suci Engkau. Aku telah menzalimi diriku, maka ampunilah aku.Sesungguhnya tiada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain engkau.
Ya Allah, kami memohon kepada-Mu kebaikan dan ketakwaan dalam perjalanan kami ini, dan apa yang engkau ridhai dari pekerjaan kami. Ya Allah ringankanlah beban perjalanan kami ini dan perpendeklah jaraknya. Ya Allah, Engkau adalah Teman dalam bepergian dan Pengganti pada keluarga kami. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelelahan dalam bepergian, dan dari jeleknya pemandangan serta perubahan yang buruk pada keluarga dan harta setelah kembali.
Ketika kembali, Nabi SAW mengucapkan kembali doa di atas.Nabi SAW tambahkan dengan doa lain, Kami kembali dan kami bertobat. Kami menyembah Tuhan kami dan memuji-Nya. Ketika mendaki ke tempat tinggi, Nabi SAW dan sahabat-sahabatnya bertakbir. Apabila menuruni tempat rendah, mereka mengucapkan tasbih. Jika mendekati suatu desa yang ingin memasukinya, dia membaca, Ya Allah, Tuhan tujuh langit serta apa yang dinaunginya, dan Tuhan seluruh lapis bumi serta apa yang dikandungnya. Dan Tuhan setan-setan serta apa yang disesatkannya, dan Tuhan angin dan apa yang diembuskannya. Aku mohon kepada-Mu kebaikan desa ini dan kebaikan penduduknya, serta kebaikan apa yang ada didalamnya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatannya dan kejahatan penduduknya, serta kejahatan yang ada di dalamnya.
Selama perjalanan jauh, Nabi SAW kerap melakukan shalat fardhu empat rakaat dengan qashar (menjadi dua rakaat). Ketika dia berangkat sebelum tergelincir mata hari, Nabi SAW menunda shalat Zhuhur hingga waktu Ashar. Nabi SAW pun melakukan shalat Jama’ Takhir. Namun, bila dia berangkat setelah tergelincir matahari, dia mengerjakan shalat Zhuhur terlebih dahulu, lalu naik ke kendaraannya. Sedangkan, jika sedang mempercepat per-jalanannya, dia menunda shalat Maghrib untuk digabungkan (jamak) dengan shalat Isya. Shalat jamak di dalam kendaraan bukan merupakan petunjuk Nabi SAW.
Di antara tuntunan Nabi SAW dalam musafir, beliau membatasi diri dengan hanya mengerjakan shalat-shalat fardhu (ketika musafir). Tidak ada riwayat darinya bahwa beliau melakukan shalat sunah sebelum dan sesudahnya kecuali pada shalat sunah fajar (sebelum Subuh) dan shalat witir.Namun, Nabi SAW tidak melarang melakukan shalat tathawu (sunah) sebelum dan sesudahnya. Tapi itu kedudukannya seperti shalat sunnah mutlak, bukan sebagai sunnah rawatib (yang mengiringi shalat-shalat fardhu).
Nabi SAW juga pernah melakukan shalat Dhuha sebanyak delapan rakaat ketika penaklukkan Makkah (Fathu Makkah).Salah satu petunjuk Rasulullah SAW lainnya saat melakukan perjalanan adalah mengerjakan shalat sunah di atas kendaraannya ke arah mana saja ia dibawa berjalan.Dia hanya memberi isyarat untuk posisi rukuk.
Sumber Republika