FPPU – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa terkait penggunaan hasil investasi setoran awal biaya haji (BIPIH) calon jemaah. Dalam putusan tersebut, dijelaskan bahwa hukum penggunaan hasil investasi setoran awal BIPIH calon jemaah untuk membiayai jemaah lain adalah haram atau tidak diperbolehkan. Fatwa ini dipatenkan dalam Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia VIII Nomor 09/Ijtima’Ulama/VIII/2024 tentang Hukum Memanfaatkan Hasil Investasi Setoran Awal BIPIH Calon Jamaah Haji untuk Membiayai Penyelenggaraan Haji Jamaah Lain.
“Hukum memanfaatkan hasil investasi setoran awal BIPIH calon jamaah haji untuk membiayai penyelenggaraan haji jamaah lain adalah Haram,” kata poin pertama dalam fatwa tersebut. Selain kegiatan pemanfaatan BIPIH, MUI juga menganggap orang yang mengelola dana tersebut berdosa jika menggunakan dana investasi untuk penyelenggaran ibadah haji jemaah lain.
“Pengelola keuangan haji yang menggunakan hasil investasi dari setoran awal biaya perjalanan ibadah haji (BIPIH) calon jamaah haji untuk membiayai penyelenggaraan ibadah haji jamaah lainnya berdosa,” katanya. Alasan MUI Keluarkan Fatwa MUI mengaku mendapat laporan bila setoran awal biaya perjalanan haji ini tak selalu kembali sepenuhnya ke rekening jemaah.
“Dalam praktiknya, tidak seluruh nilai manfaat hasil investasi dana setoran haji yang dimiliki calon jemaah haji tersebut dikembalikan untuk pemilik dengan memasukkan ke dalam rekening virtual milik masing-masing calon jemaah haji. Ada sejumlah nilai manfaat yang digunakan untuk kebutuhan lainnya,” tutur MUI.
Oleh karena itu, untuk mencegah masalah serius di kemudian hari, MUI membuat larangan agar jemaah yang melakukan investasi tersebut tidak kekurangan saat mendapat haknya. “Dampaknya, ada calon jamaah haji yang haknya terkurangi, dan ada jamaah haji yang tidak menggunakan hak jamaah haji lainnya.
Dalam jangka panjang, jika tidak dibenahi ini akan menimbulkan masalah yang serius dalam hal likuiditas,” ujarnya. Rujukan Fatwa Fatwa MUI tentang larangan pemanfaatan setoran awal BIPIH untuk orang lain merujuk surah Al Baqarah ayat 188 dan 196, surah An Nisa ayat 58, dan surah Al Maidah ayat 1. Salah satu surat yang dimaksud berbunyi: وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَࣖ ١٨٨ wa lâ ta’kulû amwâlakum bainakum bil-bâthili wa tudlû bihâ ilal-ḫukkâmi lita’kulû farîqam min amwâlin-nâsi bil-itsmi wa antum ta‘lamûn (Al Baqarah:188) Artinya: Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui (Al Baqarah:188).
Oleh karena itu, MUI meminta ke depanya Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) melakukan evaluasi terkait tata kelola BIPIH calon jemaah.***
Sumber Pikiran Rakyat.Com